GENDER
Kata
Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M. Echols dan Hassan Sadhily,
1983: 256). Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Dalam Women
Studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa Gender adalah suatu konsep
kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction)
dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara
laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Gender
adalah perbedaan status dan peran
antara perempuan dan laki-laki yang
dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam
periode waktu tertentu (WHO, 2001).
Dalam
buku Sex
and Gender yang ditulis oleh Hilary
M. Lips mengartikan Gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan. Misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut,
cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional,
jantan dan perkasa. Ciri-ciridari sifat itu merupakan sifat yang dapat
dipertukarkan, misalnya ada laki-laki yang lemah lembut, ada perempuan yang
kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat tersebut dapat
terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain (Mansour Fakih
1999: 8-9).
Istilah
“gender” yang berasal dari bahasa Inggris yang di dalam kamus tidak secara
jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender,
perlu dibedakan antara kata sex dan kata gender.
|
Sex adalah perbedaan
jenis kelamin secara biologis sedangkan gender
perbedaan jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial atau konstruksi
masyarakat. Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan
hidup sehari-hari, dibentuk dan dirubah.
TEORI DASAR TENTANG GENDER
1. Teori Kodrat Alam
Menurut
teori ini perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam memandang
jender (Suryadi dan Idris, 2004). Teori
ini dibagi menjadi dua yaitu:
A. Teori Nature
Teori
ini memandang perbedaan gender sebagai
kodrat alam yang tidak perlu
dipermasalahkan. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa
di antara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran
dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang
berbeda secara kodrat alamiahnya.
Perbedaan
biologis diyakini memiliki pengaruh pada peran yang bersifat naluri (instinct). Perjuangan kelas tidak
pernah mencapai hasil yang memuaskan, karena manusia memerlukan kemitraan dan
kerjasama secara struktural dan fungsional. Manusia, baik perempuan maupun
laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing.
B. Teori
Nurture
Teori
ini lebih memandang perbedaan gender
sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati, sehingga perbedaan gender
tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan. Perbedaan itu menyebabkan
perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial
menempatkan perempuan dan laki-laki dalam perbedaan kelas. Laki-laki
diidentikkan dengan kelas borjuis, dan perempuan sebagai proletar. Bagi kaum perempuan tidak ada pilihan lain
kecuali dengan perjuangan menyingkirkan penindas demi untuk mencapai kebebasan
dan persamaan, hal ini dikenal dengan konsep sosial konflik.
C. Teori Equilibirium (keseimbangan)
Di
samping kedua aliran tersebut, terdapat kompromistis yang dikenal dengan
keseimbangan (equilibirium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan
keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak
mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, karena keduanya harus
bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam
setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan
peran perempuan dan laki-laki secara seimbang. Hubungan di antara kedua elemen
tersebut bukan saling bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling
melengkapi satu sama lain. Hubungan laki-laki dan perempuan bukan dilandasi
konflik dikotomis, bukan pula struktur fungsional, tetapi lebih dilandasi
kebutuhan bersama guna membangun kemitraan yang harmonis, karena setiap pihak
punya kelebihan sekaligus kekurangan, kekuatan sekaligus kelemahan yang perlu
diisi dan dilengkapi pihak lain dalam kerjasama yang setara.
MASALAH GENDER:
ü Masalah Dalam Pendidikan
Banyak kaum wanita yang berpendidikan rendah
dibanding pria karena umumnya pendidikan terhadap wanita dianggap tidak begitu penting
ü Kesejahteraan (Ekonomi)
Kaum wanita di Indonesia khususnya yang bekerja,
tidak mendapat biaya tambahan lebih dari perusahaan tempatnya bekerja sekalipun
perempuan tersebut merupakan tulang punggung keluarga
ü Masalah Pekerjaan
Kaum wanita di Indonesia khususnya yang
bekerja, terkadang masih banyak di jumpai mendapatkan diskriminasi dalam pekerjaannya
HUBUNGAN
PATRIARKI DENGAN ALAM
Patriarki
adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas
utama yang sentral dalam organisasi sosial. Ayah memiliki otoritas terhadap
perempuan, anak-anak dan harta benda. Secara tersirat sistem ini melembagakan
pemerintahan dan hak istimewa laki-laki dan menuntut subordinasi perempuan.
Kebanyakan sistem patriarki juga adalah patrilineal.
Patrilineal
adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak
ayah. Kata ini seringkali disamakan dengan patriarkat atau patriarki, meskipun
pada dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata bahasa Latin,
yaitu pater yang berarti ayah, dan linea yang berarti garis. Jadi, patrilineal
berarti mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak ayah.
Sementara
itu, patriarkat berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Patria yang berarti "ayah", dan Arche yang berarti memerintah. Jadi, patriarki berarti kekuasaan
berada di tangan ayah atau pihak laki-laki. Patriarki adalah konsep yang
digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan studi
referensi feministas hace ke
Distribusi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di mana laki-laki memiliki
keunggulan dalam satu atau lebih aspek, seperti penentuan garis keturunan
(keturunan patrilineal eksklusif dan membawa nama belakang), hak-hak anak
sulung, otonomi pribadi dalam hubungan sosial, partisipasi dalam status publik
dan politik atau agama atau atribusi dari berbagai pekerjaan pria dan wanita
ditentukan oleh pembagian kerja secara seksual.
AFFIRMATIVE ACTION
Affirmative
action
(tindakan afirmatif) adalah kebijakan yang diambil yang
bertujuan agar kelompok/golongan tertentu (gender / profesi contohnya perempuan,
negro di Amerika, Gay/Lesbi, penyandang cacat) memperoleh peluang yang setara
dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Bisa juga diartikan
sebagai kebijakan yang memberi keistimewaan pada kelompok tertentu. Dalam konteks politik, tindakan
afirmatif dilakukan untuk mendorong agar jumlah perempuan di lembaga legislatif
lebih representatif.
Undang-Undang
No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU Pemilu
Legislatif) telah mengakomodasi tindakan afirmatif bagi perempuan. Di antaranya
ketentuan yang menyatakan dalam daftar calon legislatif minimal harus ada 30%
persen perempuan.
Selain
itu, UU Pemilu Legislatif juga mengenal sistem zipper agar memudahkan perempuan
terpilih menjadi anggota legislatif. Sistem ini mewajibkan dalam setiap tiga
orang bakal calon sekurang-kurangnya harus terdapat satu perempuan. Tujuannya,
agar perempuan bisa berada di nomor 'jadi', bukan di nomor buntut. Hal mana
tertuang dalam Pasal 55 ayat (2) UU Pemilu Legislatif. Isu tindakan afirmatif
kembali menjadi pembicaraan hangat setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
atas UU Pemilu Legislatif. Pasal 214 huruf a sampai e dalam UU Pemilu
Legislatif soal penetapan caleg dengan sistem nomor urut dinyatakan
bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Akibatnya, Pemilu 2009 harus menggunakan sistem suara terbanyak.Putusan
ini dianggap menafikan tindakan afirmatif bagi perempuan. Penilaian itu
tercermin misalnya dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) Hakim Konstitusi
Maria Farida dalam putusan di atas. Menurutnya, majelis MK seharusnya tidak
mengabulkan permohonan seputar sistem nomor urut. Karena sistem suara terbanyak
sangat merugikan perempuan dan tindakan afirmatif dianggap sia-sia.
Sementara
itu, sebagian kalangan berpendapat penerapan tindakan afirmatif justru
mendiskriminasikan kaum perempuan. Ketua Divisi Hukum dan HAM Partai Penegak
Demokrasi Indonesia D Parlindungan Sitorus misalnya berpendapat bahwa kaum
perempuan seharusnya diberi kebebasan untuk berpolitik tanpa ada perbedaan
dengan laki-laki. Menurutnya, kesadaran berpolitik kaum perempuan saat ini
sudah cukup tinggi dan bahkan banyak yang sudah mempunyai kemampuan berpolitik
lebih dari kaum laki-laki.
GERAKAN PEREMPUAN
Feminisme (tokohnya
disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang
menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme
berasal dari bahasa Latin, femina
atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada
teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh
hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya
sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan
perempuan dan laki laki.
Sejarah Feminisme
Gerakan
feminis dimulai sejak akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad ke-20, suara
wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum, muncul dan berarti. Hukum feminis
yang dilandasi sosiologi feminis, filsafat feminis dan sejarah feminis
merupakan perluasan perhatian wanita dikemudian hari. Di akhir abad 20, gerakan
feminis banyak dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies,
yang pada intinya banyak memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama
ini digunakan, sifat manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik,
ekonomi, peranan hukum dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan
hierarki oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.
Walaupun
pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka
adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat patriaki.
Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan
kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi
pembuat keputusan, dan idiologi tersebut tidak untuk kepentingan wanita. Sifat
patriaki dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan,
dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya
adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan
dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.
Feminis
menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya
hegemoni patriaki. Segala analisis dan teori yang kemudian dikemukakan oleh
feminis diharapkan dapat secara nyata diberlakukan, karena segala upaya feminis
bukan hanya untuk menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih
kepada upaya manusia untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan
gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan
ketidaksetaraan.
Perkembangan di Amerika Serikat
Gelombang
feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan
dengan terbitnya buku The Feminine
Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan pada tahun 1963. Buku ini ternyata
berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty
Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) pada tahun 1966 gemanya
kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan
Betty Fredman berhasil mendorong
dikeluarkannya Equal Pay Right (1963)
sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan
memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana kaum
perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang. Gerakan
feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa
sistem sosial masyarakat modern dimana memiliki struktur yang pincang akibat
budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam
berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti
konkret yang diberikan kaum feminis.
Gerakan
perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada
perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak
mengalami halangan. Pada tahun 1967 dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi
nasional di Ann Arbor kemudian
dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok "feminisme radikal" dengan
membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan
"Women´s Lib". Women´s Lib” mengamati bahwa peran kaum perempuan
dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama
Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Pada
tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss
America Pegeant" di Atlantic City yang mereka anggap sebagai
"pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan".
Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di
seluruh dunia.
Pada
1975, "Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan
sejak Konferensi Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil
penelitian kaum feminis sosialis telah membuka wawasan jender untuk
dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus pengutamaan jender
atau gender mainstreaming melanda dunia.
Memasuki
era 1990-an, kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan salah
satu struktur penting dalam masyarakat modern. Termarginalisasinya peran
perempuan dalam institusi sains dianggap sebagai dampak dari karakteristik
patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains. Tetapi, kritik kaum
feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah
termarginalisasinya peran perempuan. Kaum feminis telah berani masuk dalam
wilayah epistemologi sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat
patriarkal. Dalam kacamata eko-feminisme, sains modern
merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi nafsu eksploitasi terhadap
alam. Alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang lemah, pasif, dan
tak berdaya. Dengan relasi patriarkal demikian, sains modern merupakan refleksi
dari sifat maskulinitas dalam memproduksi pengetahuan yang cenderung
eksploitatif dan destruktif.Berangkat dari kritik tersebut, tokoh feminis seperti Hilary Rose, Evelyn
Fox Keller, Sandra Harding, dan Donna Haraway menawarkan suatu kemungkinan
terbentuknya genre sains yang berlandas pada nilai-nilai perempuan yang
antieksploitasi dan bersifat egaliter. Gagasan itu mereka sebut sebagai sains
feminis (feminist science).
Feminisme Liberal
Apa
yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk
menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual.
Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan
dan kesamaan berakar pada
rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia
-demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara
rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan
pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri.
Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam
kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis
Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak
antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme
negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang
terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga
menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh
kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan
yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut. Untuk kebanyakan kaum
Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas
warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan. Sehingga dalam hal ini ada
ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan
berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan”
setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan
kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan
di sebuah negara”.
Tokoh
aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai
"Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi. Kini perempuan telah
mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus
terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak
tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme
liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan
tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan
sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi
sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala
sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme.
Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak
tergantung lagi pada pria.
Akar
teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan
adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus
diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada
produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering
muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, di abad 19 banyak
upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan di
abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang
diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam
konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan
30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman
feminis liberal.
Feminisme Radikal
Trend
ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan
ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran
ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar
jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual
dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah
satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah
sesuai namanya yang "radikal".
Aliran ini bertumpu
pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan (kondisi fisik)
terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama
penindasan oleh kekuasaan laki-laki.
Oleh
karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak
reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa
perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang
mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang
dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan
buruk (black propaganda) banyak
ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar
persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI
no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Feminisme
radikal menyalahkan kondisi fisik, anti laki-laki, hamil dan melahirkan adalah suatu
bentuk penindasan dan perbudakan, untuk itu lembaga perkawinan harus dihapuskan,
ditiadakan mereka cenderung lesbi.
Feminisme Post Modern
Ide
Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti
otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena
sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan
sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur
sosial.
Feminisme Anarkis
Feminisme
Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan
masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki
adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
Feminisme Marxis
Aliran
ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya
sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan
menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep
kekayaaan pribadi (private property).
Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah
menjadi keperluan pertukaran (exchange).
Laki-laki
mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi
hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property.
Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya
kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar. Jika kapitalisme tumbang maka
struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.
Kaum
Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap
bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari
interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki
kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat
kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.
Feminisme Sosialis
Sebuah
faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan”.
Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis
berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang
melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan
seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa
pembedaan gender.
Feminisme
sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini hendak mengatakan
bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah
jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik
dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan
gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis
bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran
feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap
patriarkilah sumber penindasan itu. Kapitalisme dan patriarki adalah dua
kekuatan yang saling mendukung.
Seperti
dicontohkan oleh Nancy Fraser di
Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi
dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran
maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran
feminin. Agenda perjuangan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme
dan sistem patriarki. Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk
melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.
Menurut
pandangan mereka, boleh mempunyai anak namun sifatnya milik negara (umum tidak ada
keluarga inti), selama ibu dan anak ada (terjalin
hubungan keluarga) maka selama itu ada cinta yang membuatnya menjadi ruang privat.
Feminisme Post-Kolonial
Dasar
pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan.
Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni)
berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga
menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan
berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan
agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada
intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara
pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley
Lindsay dalam bukunya Comparative
Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class
menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin,
dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan
pendidikan.”
Feminisme Nordic
Kaum
Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan
Feminis Marxis maupun Radikal. Nordic yang lebih menganalisis Feminisme
bernegara atau politik dari praktik-praktik yeng bersifat mikro. Kaum ini
menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan
atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh
kebijakan sosial negara.
TOKOH DALAM FEMINISME
1. Foucault
Meskipun
ia adalah tokoh yang terkenal dalam feminism, namun Foucault tidak pernah
membahas tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh feminism dari Fault adalah
bahwa ia menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang menjadi miliki
kelompok-kelompok tertentu dan kemudian “dipaksakan” untuk diterima oleh
kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu pengetahuan yang ditaklukan. Dan hal
tersebut mendukung bagi perkembangan feminism.
2. Naffine (1997:69)
Kita
dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power Kuasa bergerak
dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang dipaksa
meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui ditentukannya pikiran
dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa individu merupakan efek dari
kuasa.
3. Derrida (Derridean)
Mempertajam
fokus pada bekerjanya bahasa (semiotika) dimana bahasa membatasi cara berpikir
kita dan juga menyediakan cara-cara perubahan. Menekankan bahwa kita selalu
berada dalam teks (tidak hanya tulisan di kertas, tapi juga termasuk dialog
sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran kita dan merupakan kendaraan untuk
megekspresikan pikiran-pikiran kita tersebut.
Selain
itu juga penekanan terhdap dilakukanya “dekonstruksi” terhadap kata yang
merupakan intervensi ke dalam bekerjanya bahasa dimana setelah melakukan
dekonstruksi tersebut kita tidak dapat lagi melihat istilah yang sama dengan
cara yang sama akan suatu kondisi sosial masyarakat dimana manusia tidak lagi
dipandang berdasarkan gender dan diperlakukan dengan lebih buruk hanya karena
mereka terlahir sebagai perempuan.
Feminisme di Indonesia; Dulu hingga
Sekarang
Telah
menjadi pengetahuan umum bahwa gerakan feminism pertama di Indonesia adalah
perjuangan R.A. Kartini agar kaum perempuan diberikan hak untuk menempuh
pendidikanseperti halnya kaum lelaki. Banyak kalangan yang mengkritisi peran
Kartini dalam pergerakanfeminism nyata karena memang dalam sejarah diceritakan
bahwa sebagian besar ide-ide besar Kartini untuk mengangkat derajat perempuan
di Indonesia hanya tertuang dalam tulisan-tulisannya untuk temannya di Belanda,
sedangkan tindakan nyata yang sempat dilakukan Kartinihanyalah membuat sekolah
kecil khusus perempuan. Peran tersebut dianggap terlalu kecil untuk dianggap
sebagai pelopor gerakan feminism di Indonesia.Akan tetapi, kobaran semangat
Kartini yang begitu kuat untuk menuntut persamaan hak antara perempuan dan
laki-laki tidak dapat dipungkiri merupakan sesuatu yang pada masa itumemang
belum dimiliki perempuan lain manapun di negeri ini. Oleh karena itu, gelasr
pelopor gerakan feminism memang sepantasnya disandang Kartini, setidaknya ia
mengawali pemikiran akan suatu kondisi sosial masyarakat dimana manusia tidak
lagi dipandang berdasarkan gender dan diperlakukan dengan lebih buruk hanya
karena mereka terlahir sebagai perempuan.
Faktanya,
pada perkembangan selanjutnya di akhir masa penjajahan Belanda diIndonesia,
para tokoh pergerakan perempuan yang mencetuskan diadakannya kongres perempuan
menjadikan Kartini dan pemikiran-pemikirannya sebagai landasan semangat juang mereka.
Bahkan hingga saat ini, hari Kartini diperingati dengan semangat bahwa
perempuan harus mampu mandiri dan bersaing dengan kaum laki-laki dalam setiap
aspek kehidupan. Jadi,tidak dapat dipungkiri bahwa terlepas dari segala
kontroversi dan penolakan yang memojokkannya, Kartini secara de facto merupakan pencetus dan
penggagas pertama semangatemansipasi perempuan di Indonesia.
Jika
dibandingkan dengan gerakan feminism di negara-negara lain seperti
AmerikaSerikat dan Inggris, gerakan feminism di Indonesia bisa dibilang
berjalan dengan lambat dantenang. Apabila di Negara-negara tersebut tercatat
adanya peristiwa besar dimana perempuan melakukan demonstrasi menuntut
persamaan hak dengan laki-laki, maka di Indonesia kita tidak pernah maelihat hal-hal seperti demikian
bahkan hingga saat ini. Salah satu penyebabnya adalah fakta bahwa di Indonesia
yang budayanya sangat dipengaruhi oleh ajaran agama Islam, perempuan cenderung
diperlakukan dengan lebih baik dibanding di Negara-negara lain dimana kaidah-kaidah
sosial hanya diatur dan dikuasai oleh kaum laki-laki yang tentunya tidak
mewakili aspirasi kaum perempuan sama sekali.Selain itu, perbedaan tingkat
pendidikan merupakan sebab lain kenapa gerakan feminismdi Indonesia tidak
sedinamis di Negara lain. Seperti diketahui, gelombang perlawanan kaum feminis
di Amerika Serikat terjadi pada tahun 1960-an hingga 1970-an, saat dimana
perempuan mulai meneruskan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Di Indonesia,
pendidikan hingga ke perguruan tinggi belum begitu terlaksana hingga baru-baru
ini, sehingga dapat dipahamimengapa perjuangan mereka cenderung terlihat lebih
lambat dan tak tampak dibanding gerakan feminis di Negara lain. Dewasa ini,
perubahan kecenderungan gerakan feminism yang paling terlihat
adalahmeningkatnya usaha-usaha yang dilakukan feminis secara individual. Jika
dulu feminism diperjuangkan dengan membentuk kelompok-kelompok besar yang akan
bergerak bersama dalam mencapai misi feminis tertentu, saat ini banyak tokoh
feminis yang berjuang sendiri dalam bidang masing-masing. Contoh yang mungkin
paling populer adalah aktifis perempuan yang memperjuangkan nilai-nilai
feminism melalui buku-buku yang ditulisnya. Dengan cara ini, pesanyang ingin
disampaikan pada masyarakat tentang konsep feminism akan sampai dengan baik
tanpa membuat kehebohan atau konflik nyata dalam masyarakat.
Teori Habitus Pierre
BourdieuPierre Bourdieu adalah seorang tokoh post-modern
Perancis yang aktif pada 1950 hingga1960an. Dalam kurun waktu tersebut ia
menghasilkan beberapa teori penting yang hingga saatini masih diterapkan dan
tidak dapat dipisahkan darinya. Dikenal sebagai seorang sosiolog,sebagian besar
teori Bourdieu berakar dari ketertarikan dan pengamatan yang dalam
terhadapkehidupan sosial manusia. Bourdieu mendefinisikan kehidupan sosial
sebagai interaksi struktur ,kecenderungan, dan tindakan saling mempengaruhi
antar manusia dalam melaksanakan praktik sosial masing-masing. Praktik sosial
itu sendiri merupakan hasil proses improvisasi yangdistrukturkan oleh orientasi
budaya, sejarah perorangan, dan kemampuan untuk berperan dalaminteraksi
sosial.Salah satu teori Bourdieu yang paling dikenal adalah teori habitus.
Secara umum habitusmerupakan sistem yang terdiri dari kecenderungan tetap yang
berlangsung di dalam diri pelakusepanjang hidupnya. Yang dapat mendorong
praktik di berbagai arena yang berbeda yang berfungsi sebagai pembentuk praktik
yang terstruktur dan yang secara objektif disatukan.Habitus mencakup
pengetahuan dan pemahaman tentang dunia yang membuatkontribusi terpisah pada
realitas dunia.Pengetahuan seseorang memiliki kekuatan pembentuk yang asli
(genuine), dan bukansemata-mata refleksi dunia “nyata’Karena perkembangannya,
habitus tidak pernah tetap, baik bagi individu maupun bagigenerasi ke generasi.
Karena arena berubah-ubah, maka habitusnya pun berubah.Terkait pelaku atau
agency yang berperan dalam habitus, ada dua macam kendala bagi pelaku (agency),: yakni habitus dari pelaku
yang memasyarakatkannya, dan perubahan yang relatif cepat dan kondisi objektif
lingkungan sosial dan material tidak akan sama bagi generasike generasi.Menurut
Bourdieu, segala sesuatu tidak pernah mapan dan terus menerus dihadapkan pada
hal yang baru, dan kedua, perubahan itu dapat dipolakan karena terdapat
hambatan yangmenghadang pelaku.
Sejarah
Perkembangan Feminisme di Indonesia dalam Kacamata Teori Habitus Pierre
Bourdieu
Sejarah
perkembangan feminism di Indonesia secara garis besar dapat dibedakan menjadi:
-Masa
Kolonial
Pada
zaman penjajahan, gerakan feminism di Indonesia masih belum menunjukkan
peningkatan yang signifikan karena terbatasnya ruang gerak yang dimiliki
perempuan.Saat itu perempuan lebih fokus pada membantu dan mendorong perjuangan
kaum laki-laki dalam merebut kemerdekaan dengan menjadi istri yang baik dan
supportif. Dalam sejarah tercatat bahwa barulah pada awal abad ke XX perempuan
membentuk suatu perkumpulan resmi yang pada awalnya terdiri dari istri para
pemuka-pemuka politik dangolongan pribumi terpandang saat itu. Perkumpulan ini
akhirnya melahirkan suatu bentuk kongres perempuan yang diadakan pada tahun
1928 di Yogyakarta. Pada akhir kongres tersebut dibentuk lah suatu perkumpulan
resmi yang disebut Gerakan Istri Sedar yang misi utamanya adalahmendorong kaum
perempuan untuk berani menolak poligami. Dalam perkembangan selanjutnya
perkumpulan ini berganti nama menjadi Gerakan Wanita Sosialis (Gernis) dan
Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Akan tetapi, perubahan nama dan
jargontersebut tidak merubah misi utama feminis saat itu, yaitunya menolak
keras praktik poligami yang dianggap
merugikan pihak perempuan dari semua segi, baik mentalmmaupun material.
Selain
itu ada juga gerakan-gerakan wanita didaerah seperti Cut Nyak Dien yang melawan
penjajah. Kartini juga.
-Masa Orde lama
Gerakan Wanita Indonesia
Gerakan
Wanita Indonesia atau Gerwani adalah organisasi wanita yang aktif di Indonesia
pada tahun 1950-an dan 1960-an. Organisasi ini didirikan pada tahun 1950, dan
memiliki lebih dari 650.000 anggota pada tahun 1957.
Kelompok
ini memiliki hubungan yang kuat dengan Partai Komunis Indonesia, tetapi
sebenarnya merupakan organisasi independen yang memperhatikan masalah-masalah
sosialisme dan feminisme, termasuk reformasi hukum perkawinan, hak-hak buruh,
dan nasionalisme Indonesia. Setelah kudeta 30 September 1965, Gerwani dilarang
dan banyak anggotanya tewas, dan di bawah Presiden Suharto organisasi ini
menjadi contoh yang sering dikutip dari tindakan amoralitas dan gangguan selama
era pra-1965.
Gerwis,
pendahulu Gerwani, didirikan pada bulan Juni 1950 oleh enam serikat organisasi
perempuan yang ada berbasis di Pulau Jawa; organisasi lainnya dari seluruh
nusantara bergabung dengan grup selama beberapa tahun berikutnya. Ini
mendirikan kantor-kantor di seluruh negeri, dan berkantor pusat di Semarang,
kemudian dikenal sebagai "Kota Merah" bagi banyak organisasi kiri
mereka.
Selama
sebagian besar hidupnya, organisasi melihat ketegangan internal antara sayap
feminis dan sayap komunis, yang disukai asosiasi lebih dekat dengan PKI,
meskipun jarang terbagi jelas antara kelompok-kelompok ini.
Kampanye
awal difokuskan pada reformasi sistem hukum Indonesia untuk membuat wanita dan
pria sama di mata hukum. Banyak penekanan ditempatkan pada undang-undang
perkawinan, yang memberikan prioritas kepada kebiasaan setempat bahwa di banyak
tempat membatasi kemampuan perempuan untuk mewarisi harta atau untuk menolak
pernikahan poligami secara paksa. Pada skala lokal, Gerwani juga memberikan
dukungan individu untuk perempuan yang telah disalahgunakan atau ditinggalkan
oleh suami mereka. Sementara banyak dari keanggotaan awal diambil dari kelas
menengah, organisasi bekerja keras, dengan akhirnya sukses untuk menjangkau
kelas buruh dan kaum tani.
Pada
awal 1960-an, Gerwani telah mendapatkan peran dalam politik nasional. Hubungan
dengan PKI menjadi lebih ketat, dan aspek-aspek feminis dalam aktivisme telah
berkurang. Organisasi ini juga menjadi pendukung kuat Presiden Sukarno, yang
mereka menghormati karena nasionalisme dan kebijakan sosialisnya, meskipun ada
beberapa ketidaksetujuan internal Gerwani atas pernikahan poligami yang
dilakukan Presiden, yang dianggap menjijikkan oleh kelompok ini. Organisasi
Gerwani memiliki puncak pengikut sekitar 1,5 juta anggota pada tahun 1965.
Kejatuhan
Gerwani
dianggap oleh Orde Baru sebagai salah satu organisasi yang terlibat dalam
peristiwa Gerakan 30 September, dan dalam film Pengkhianatan G 30 S/PKI karya
Arifin C Noer digambarkan menyiksa jendral-jendral yang ditangkap sebelum
mereka dibunuh di Lubang Buaya. Organisasi itu dilarang bersama dengan sebagian
besar kelompok berhaluan kiri yang lain. Tentara menuduh bahwa anggota Gerwani
telah membantu untuk membunuh jenderal, dan telah menari telanjang, mengebiri
laki-laki, memotong alat kelamin tawanan mereka dan terlibat dalam perbuatan
amoral sejenis lainnya. Para mantan aktivis Gerwani dan kebanyakan sejarawan
kontemporer setuju bahwa tuduhan-tuduhan tersebut adalah palsu.
Setelah
Soeharto menjadi presiden, Gerwani dilarang keberadaannya. Ribuan anggota
Gerwani diperkosa atau dibunuh sebagai bagian dari pembersihan anti-komunis
berdarah, dan pembunuhan seperti halnya banyak orang lain yang dicurigai
sebagai anggota PKI dan juga menyebabkan jatuhnya Sukarno.
-Masa Orde baru
(Dharma
Wanita) kumpulan ibu-ibu istri pejabat
-Masa Reformasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar