Mobilitas warga Jakarta yang sangat tinggi memang menjadi salah
satu faktor penunjang kemajuan ibukota negara tercinta ini. banyak sekali aktifitas ekonomi dan sosial yang
turut memutar roda perekonomian di Ibukota, Mulai dari pembangunan
insfratuktur, proses transaksi ekonomi higga kebijakan-kebijakan politik
didalamnya. Namun diantara banyaknya kegiatan sosial dan ekonomi yang membangun
Jakarta ada salah satu masalah kompleks yang agaknya terabaikan yaitu mengenai masalah
banjir yang selalu menggenangi wilayah Jakarta setiap tahun seperti halnya yang
terjadi sekarang ini.
Banjir di Jakarta sebenarnya sudah menjadi masalah sejak 1.600 tahun lalu. Hal ini terlihat dari Prasasti
Tugu peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di daerah Cilincing,
Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Prasasti tersebut dibuat sekitar tahun 403
Masehi, dalam prasasti tersebut terukir sebuah kisah mengenai penggalian kanal
atau sungai Candrabhaga dan sungai Gomati. Pada masa itu,
Raja Purnawarman sebagai raja ketiga dari Kerajaan tarumanegara membuat kanal
sepanjang 11 kilometer untuk mengelola air agar tidak banjir, sekaligus untuk
menampung air sehingga dapat di manfaatkan saat musim panas.
Tak hanya itu banjir juga terjadi pada zaman penjajahan
Belanda setelah berakhirnya era kerajaan Hindu Budha. Pada masa itu Jakarta
masih bernama Jayakarta dan berubah menjadi Batavia setelah Belanda berhasil menguasai wilayah tersebut pada
tahun 1619. Pemerintah Belanda pun tak luput dari masalah banjir karena
buruknya sistem tata air yang tidak terawat. hingga akhirnya mereka membuat langkah-langkah
penanggulangan dengan membuat sejumlah terusan sungai yang di gali dengan muara
di Ciliwung, yang bertujuan sebagai drainase dan lalu lintas air. Namun langkah
tersebut ternyata belum cukup untuk menyelesaikan masalah banjir di Batavia.
Karena air sungai yang mengalir dari pegunungan tercampur dengan lumpur dan
mengakibatkan pendangkalan.
Banjir di Jakarta terus berlanjut hingga sekarang.
seolah menjadi agenda tahunan yang selalu dikeluhkan warga. Hal ini tidak dapat
disamakan dengan anggapan bahwa banjir di Jakarta adalah warisan sejarah yang
tidak bisa di hilangkan. Namun justru peristiwa banjir yang terjadi di
masa-masa sebelumnya hendaknya dapat menjadi tolak ukur dan pembelajaran akan
penanganan banjir agar lebih efektif. Dimulai dari tindakan kecil seperti
kesadaran masyarakat untuk merawat lingkungan, kebijakan pemerintah yang tegas
dalam larangan pembangunan gedung di titik tertentu yang seharusnya menjadi daerah
resapan air hingga kejujuran pihak-pihak terkait dalam mengelola dana penanggulangan
banjir seperti proyek BKT dan lainnya.
Penanganan banjir memang membutuhkan kesabaran, proses
dan komposisi yang tepat. Terutama dari pengalaman banjir yang berabad-abad,
keseriusan, kerjasama yang konkret dan sinergis antara pemerintah pusat, daerah
dan segenap lapisan masyarakat. Sehingga terciptanya Ibukota yang bebas banjir.amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar