KATA PENGANTAR
Bismillahiramhanirrahim...
Segala puji bagi Allah S.W.T, Tuhan semesta alam yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga makalah ini dapat dibuat dan
terselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini kami dari kelompok lima yang mendapatkan tugas
untuk membuat makalah serta mempresentasikannya dalam tugas kuliah Pengantar Ilmu Politik dengan tema
dasar yaitu Badan Yudikatif yang
kemudian kami beri judul,
“SEPAK TERJANG OKNUM HAKIM MA”
Sesuai dengan tema makalah tersebut tentu kami sangat berterimakasih kepada bapak dosen
yang telah memberikan tugas ini sebagai asupan Ilmu serta melatih diri untuk
membuat karya ilmiah hingga melakukan presentasi guna melatih skill kami agar
mampu menerapkannya didalam dunia kerja nantinya. apalagi mengingat pentingnya memahami
sistem birokrasi di Indonesia, kami selaku mahasiswa yaitu sebagai generasi
penerus bangsa tentunya sangat berharap agar kelak dapat ikut andil dalam
memajukan bangsa, misalnya saja ikut serta dalam berbakti melalui salah satu
badan Yudikatif Indonesia, memberikan pengetahuan mengenai badan Yudikatif
Indonesia kepada masyarakat hingga mengkritisinya jika terdapat
penyimpangan-penyimpangan akan wewenang badan Yudikatif.
Kami menyadari masih terlalu banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini, lebih membangun kreatifitas
kami kedepannya. Dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat setidaknya bagi
kami juga para pembaca.
Penulis (Kelompok 5)
I.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gambar1.1
adalah salah satu badan Yudikatif Indonesia yaitu Mahkamah Agung
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa badan Yudikatif sangatlah
penting fungsinya dalam penentuan proses hingga pemutusan masalah yang diangkat
dalam persidangan. Banyak sudah kasus-kasus yang telah dipersidangkan didalam
salah satu badan Yudikatif Indonesia, misalnya saja dari Mahkamah Agung yang
telah banyak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dipersidangkan.
Namun prestasi yang
dicapai oleh Mahkamah Agung tidak berbanding
lurus dengan banyaknya oknum-oknum hakim MA yang menyalahgunakan
wewenangnya hingga melakukan tindak pidana yang membuatnya harus terjerat
hukum, misalnya saja tentang adanya hakim yang terlibat kasus tindakan asusila,
penyalahgunaan narkoba hingga kasus suap (korupsi). Hal ini menandai betapa
masih buruknya kinerja badan Yudikatif di Indonesia dalam mengemban amanah
keadilan yang dipercayakan kepada mereka terutama oknum-oknum hakim yang
seharusnya dituntut bersikap adil dan
bijaksana justru sibuk dengan kesenangan mereka sendiri, termasuk dalam hal
penyelewengan wewenang guna memperkaya diri. Hal tersebut diatas membuat
pentingnya tugas dan masalah badan Yudikatif Indonesia untuk diamati dan
dipelajari sebagai pengetahuan yang penting dalam berkehidupan berbangsa dan
bernegara.
B. Identifikasi Masalah dan Contoh kasus
Seberapa parahkah keterlibatan para oknum Hakim Agung dalam
berbagai kasus yang harusnya mereka tangani dengan bijak?
Salah satu contoh kasus yang bisa kita ambil dalam badan Mahkamah
Agung adalah kasus yang menimpa hakim agung Yamani yang mengundurkan diri dari
tugasnya dengan alasan sakit Vertigo, Sinusitis dan Mag. Namun pengunduran diri
tersebut disinyalir banyak pihak sebagai tindakan untuk menghindari dakwaan
yang menimpa dirinya terkait dengan pembebasan gembong narkoba.
Berdasarkan catatan detik.com, Kamis
(15/11/2012), Yamani diketahui pernah membatalkan hukuman mati pemilik pabrik
ekstasi Hengky Gunawan. Hengky pun akhirnya divonis hukuman penjara selama 15
tahun. Alasannya, hukuman mati melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Selain
meringankan hukuman Hengky Gunawan, Yamani juga tercatat sebagai anggota
majelis hakim yang membatalkan hukuman mati terhadap warga Nigeria Hillary K
Chimezie atas kepemilikan 5,8 kilogram heroin. Hukuman Hillary pun dianulir
dari hukuman mati menjadi pidana 12 tahun penjara. Di luar gembong narkoba tersebut, Yamani juga sebagai
anggota majelis hakim pernah membebaskan bandar sabu-sabu asal Kalimantan, Naga
Sariawan Cipto Rimba alias Liong-liong. Lewat tangannya, dia menyulap putusan
17 tahun penjara menjadi bebas terkait kepemilikan sabu seberat 1 kg.
BAB II
PEMBAHASAN
Badan Yudikatif adalah suatu badan yang memiliki
sifat teknis-yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan dalam pelaksanaan
konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara
luas serta bersifat independent (bebas dari intervensi pemerintah) dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Selain
itu badan Yudikatif juga bertugas untuk
memberikan keputusan dengan adil seperti dalam masalah sengeketa-sengketa sipil
yang diajukan ke pengadilan untuk diselesaikan dalam putusan persidangan.
Badan Yudikatif dalam
Negara-negara Demokratis
Common Law Terdapat di negara-negara Anglo Saxon ( negara-negara maritim kepulauan yang terletak di Eropa.
Sebutan ini dapat disederhanakan, Anglo-Saxon merupakan negara-negara yang
termasuk Inggris Raya dan negara-negara lainnya di kepulauan Inggris.
Inggris, Irlandia, Amerika Serikat dan Australia adalah negara-negara yang
disebut sebagai Anglo-Saxon. ) dan memulai
pertumbuhannya di Inggris pada Abad Pertengahan. Sistem ini berdasarkan prinsip
bahwa di samping undang-undang yang dibuat oleh parlemen (yang dinamakan statue
law) masih terdapat peraturan-peraturan lain yang merupakan common
law, yaitu kumpulan keputusan yang dalam zaman lalu telah dirumuskan oleh
hakim.
Civil Law (hukum perdata) Terdapat banyak di
Negara Eropa Barat Kontinental. Dalam sistem ini, hukum telah lama tersusun
rapi, dengan kata lain penciptaan hukum secara sengaja oleh hakim adalah tidak
mungkin. Hakim hanya mengadili perkara berdasarkan hukum yang termuat dalam
kodifikasi saja.
Badan Yudikatif dalam
Negara-Negara Komunis.
Berdasarkan konsep Soviet Legality. Anggapan ini erat
hubungannya dengan tahap-tahap perkembangan komunisme di Uni Soviet. Konsep ini
menjelaskan bahwa socialist legality secara aktif memajukan
masyarakat Soviet kearah komunis, dan karenanya segala aktivitas serta semua
alat kenegaraan, termasuk penyelenggara hukum dan wewenang badan yudikatif
merupakan prasaranan untuk melancarkan perkembangan ke arah komunisme. Fungsi
badan yudikatif tidak dimaksud untuk melindungi kebebasan individu dari
tindakan sewenang-wenang pemerintah (paham borjuis).
Kekuasaan Badan Yudikatif di Indonesia
Di Indonesia badan
Yudikatif berfungsi menyelenggarakan kekuasaan kehakiman yang kini dikenal
dengan adanya 3 badan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan tersebut
diantaranya:
1.Mahkamah Agung (MA)
Sesuai Pasal 24A UUD
1945, Mahkamah Agung memiliki kewenangan mengadili kasus hukum pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
Sebagai sebuah
lembaga yudikatif, Mahkamah Agung memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi
tersebut adalah:
Fungsi Peradilan.
Pertama,
membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan
kembali. Kedua, memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama dan terakhir
semua sengketa tentang kewenangan mengadili, permohonan peninjauan kembali
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sengketa akibat perampasan
kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI. Ketiga, memegang hak uji
materiil, yaitu menguji ataupun menilai peraturan perundangan di bawah
undang-undang apakah bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih
tinggi.
Fungsi Pengawasan.
Pertama,
Mahkamah Agung adalah pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan. Kedua, Mahkamah Agung adalah pengawas pekerjaan
pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam
menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan
kehakiman, yaitu menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan. Ketiga, Mahkamah Agung adalah pengawas Penasehat Hukum
(Advokat) dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36
Undang-undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Fungsi Mengatur
Dalam fungsi ini,
Mahkamah Agung mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum diatur dalam
Undang-undang tentang Mahkamah Agung.
Fungsi Nasehat
Pertama,
Mahkamah Agung memberikan nasehat ataupun pertimbangan dalam bidang hukum
kepada Lembaga Tinggi Negara lain. Kedua, Mahkamah Agung memberi nasehat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.
Fungsi Administratif
Pertama,
mengatur badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11 ayat 1 Undang-undang
nomor 35 tahun 1999. Kedua, mengatur tugas dan tanggung jawab, susunan
organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan.
Saat ini,
Mahkamah Agung memiliki sebuah sekretariat yang membawahi Direktorat Jenderal
Badan Peradilan Umum, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara, Badan Pengawasan, Badan Penelitian
dan Pelatihan dan Pendidikan, serta Badan Urusan Administrasi. Badan Peradilan
Militer kini berada di bawah pengaturan Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Tata Usaha Negara.
Mahkamah Agung
memiliki sebelas orang pimpinan yang masing-masing memegang tugas tertentu.
Daftar tugas pimpinan tersebut tergambar melalui jabatan yang diembannya yaitu:
1. Ketua
2. Wakil ketua bidang yudisial
3. Wakil ketua bidang non yudisial
4. Ketua muda urusan lingkungan peradilan militer / TNI
5. Ketua muda urusan lingkungan peradilan tata usaha negara
6. Ketua muda pidana mahkamah agung RI
7. Ketua muda pembinaan mahkamah agung RI
8. Ketua muda perdata niaga mahkamah agung RI
9. ketua muda pidana khusus mahkamah agung RI
10. ketua muda perdata mahkamah agung RI
Selain para
pimpinan, kini Mahkamah Agung memiliki 37 orang Hakim Agung sementara menurut
Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 Mahkamah Agung diperkenankan untuk memiliki
Hakim Agung sebanyak-banyaknya enam puluh (60) orang.
2. Mahkamah Konstitusi (MK)
Sesuai Pasal 24C UUD
1945, mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.
Mahkamah Konstitusi juga
wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden/Wapres diduga telah
melakukan pelanggaran hukum berupa penkhianatan terhadap negara, korupsi,
tindak penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan tercela. Atau, seputar
Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat untuk melanjutkan jabatannya.
Mahkamah Konstitusi hanya dapat memproses
permintaan DPR untuk memecat Presiden dan atau Wakil Presiden jika terdapat
dukungan sekurang-kuranya dua per tiga dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam
sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah
anggota DPR.
Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota hakim konstitusi
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang
menjabat Ketua sekaligus anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua merangkap
anggota. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi masing-masing menjabat
selama 3 tahun. Selama menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para hakim
tidak diperkenankan merangkap profesi sebagai pejabat negara, anggota partai
politik, pengusaha, advokat, ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi diajukan
3 oleh Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang hakim
konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali
masa jabatan lagi.
3. Komisi Yudisial (KY)
Sesuai pasal 24B UUD
1945, komisi yudisial bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluruhan martabat, serta perilaku hakim.
Dengan demikian, Komisi Yudisial lebih tepat dikategorikan sebagai
Independent Body yang tugasnya mandiri dan hanya berkait dengan kekuasaan
Yudikatif dalam penentuan personalia bukan fungsi yudikasi langsung. Peraturan
mengenai Komisi Yudisial terdapat di dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2004
tentang Komisi Yudisial.
Komisi Yudisial memiliki wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung
kepada DPR dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga
perilaku hakim. Dalam melakukan tugasnya, KY bekerja dengan cara:
1. melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung
2. melakukan seleksi
terhadap calon Hakim Agung
3. menetapkan calon
Hakim Agung
4. mengajukan calon
Hakim Agung ke DPR
Pada pihak lain, Mahkamah Agung,
Pemerintah, dan masyarakat juga mengajukan calon Hakim Agung, tetapi harus
melalui Komisi Yudisial.
Dalam melakukan
pengawasan terhadap Hakim Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan
masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan berkala kepada badan
peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim
yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan hasil
pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan
atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Sebelum mengangkat, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi
Yudisial yang terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum,
dan anggota masyarakat. Seorang anggota Komisi Yudisial yang terpilih, bertugas
selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 periode. Selama melaksanakan
tugasnya, anggota Komisi Yudisial tidak boleh merangkap pekerjaan sebagai
pejabat negara lain, hakim, advokat, notaris/PPAT, pengusaha/pengurus/karyawan
BUMN atau BUMS, pegawai negeri, ataupun pengurus partai politik.
BAB
III
PENUTUP
C. Kesimpulan
dan Saran
Tiga
pilar negara yang berperan sangat penting dalam sebuah pelaksanaan peradilan
adalah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Jika
tiga pilar ini bersinergi dengan baik maka akan kokohlah pondasi pilar
sebuah negara, tapi sebaliknya, jika tiga lembaga ini berkonspirasi dalam
hal korupsi maka akan runtuhlah negara tersebut.
Dalam
pelaksanaannya, badan Yudikatif
Indonesia tak jarang mendapatkan kritikan bahkan hujatan dari
masyarakat, hal tersebut ditandai dengan adanya gejala seperti demonstrasi
tatkala terkuaknya berbagai kasus dari
badan Yudikatif. Misalnya saja seorang hakim, terlebih Hakim Agung sudah
sepatutnya bersikap jujur, adil dan bijak dalam memutuskan suatu perkara yang dipersidangkan
tanpa pandang bulu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Atas
semua fakta yang memperihatinkan tersebut sudah sepatutnya pemerintah lebih
mengawasi para hakim nakal dan menindak tegas mereka sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Ketidaktegasan pemerintah terlihat dengan
salah satu gejalanya yaitu kesan pembiaran serta kurang gesitnya para Satgas
Mafia Mukum dalam bertindak sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki. Disini
juga fungsi dari Komisi Yudisial sangat penting dalam menyeleksi kelayakan
hakim Agung tanpa melibatkan DPR dalam menyeleksinya, karena DPR hanya
mempunyai kewenangan untuk menyetujui, dan bukanlah ikut menyeleksi calon hakim
agung.
Dalam
kasus hakim Yamani sendiri sebenarnya sudah ada peraturan perundang-undangan
yang jelas tentang prosedur pengunduran diri hakim agung, yaitu hakim agung tidak bisa berhenti atas permintaan
sendiri secara tertulis tanpa alasan logis, di antaranya sebagaimana tercantum di dalam
Pasal 11 UU no.3 th 2009 tentang Mahkamah Agung yang mensyaratkan sakit jasmani
atau rohani terus menerus selama 3 bulan yang dibuktikan dengan surat dokter
ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
Entah apa yang ada dibenak oknum para hakim nakal saat
menyelewengkan wewenangnya. Apapun bentuknya, kelalaian dan penyelewengan
wewenang seorang hakim adalah sebuah kesalahan besar, terlebih menyangkut
kasus-kasus berat yang merugikan bahkan merusak masa depan bangsa dan negara
seperti membebaskan para terdakwa kasus besar misal kepemilikan pabrik narkoba
dengan alasan-alasan yang dibuatnya sendiri tanpa mengacu kepada undang-undang
yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Buku
Dasar-dasar Ilmu Politik (Prof. Miriam Budiarjo) Penerbit PT.Gramedia Pustaka
Utama-jakarta
2.
Acara
Televisi “Apa Kabar Indonesia Malam (Akhir Pekan)” TV One,
17 november 2012
4. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. ( pasal-pasal 8, 11, dan 13)
5. Ibid. Pasal 16 ini mengatur tentang kewenangan Polri dalam proses pidana.
6. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 24 ayat (1)
dan (2).
7. www.mahkamahagung.go.id. Penjabaran fungsi menggunakan sumber ini.
8. www.mahkamahagung.go.id. Lihat juga Undang-undang Nomor 5 tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung, khususnya Pasal 5.
9. Wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, bilkhusus Pasal 24C.
10.
Mekanisme permintaan
pemecatan kepala eksekutif ini diatur dalam Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, bilkhusus Pasal 7B.
11.
Undang-undang Nomor 24
tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 4.
12.
Undang-undang Nomor 24
tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 18.
13.
www.mahkamahkonstitusi.go.id/registrasi_perkara.php
14.
Undang-undang No.22
tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
nice..
BalasHapusthanks for some info