BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dinamika
masyarakat tidak terlepas dari peran pembangunan daerah. Diantara sekian banyak
wilayah yang tersebar di Indonesia, masih terdapat sebagian daerah yang
terhambat pembangunannya. Umumnya hambatan tersebut bersifat vertikal dan
horizontal. Hambatan yang bersifat vertikal dapat terjadi karena kurangnya
perhatian dari pemimpin terhadap warganya, sedangkan yang bersifat horizontal
yaitu adanya miskomunikasi antar warga sendiri.
Seperti yang belakangan ini terjadi
provinsi Lampung. Sebenarnya daerah ini memiliki banyak potensi yang bisa
membangun laju pertumbuhan ekonominya, diantaranya seperti wisata alam yang
meliputi keindahan pantai, laut, hutan, hasil bumi maupun flora dan faunanya.
namun hal ini masih terhambat karena
kurangnya perhatian pemerintah akan pemanfaatan ataupun pengelolaan
potensi-potensi tersebut menjadi objek wisata yang dapat meningkatan sumber
pendapatan daerah yang nantinya akan sangat berpengaruh terhadap pembangunan
dan kesejahteraan warganya sendiri. Ditambah lagi munculnya
permasalahan-permasalahan yang timbul diantara masyarakat seperti isu-isu
etnosentrisme, dimana mayoritas masyarakat Lampung masih berpandangan bahwa
suku merekalah yang lebih unggul dibandingkan dengan suku pendatang lainnya.
Sehingga saat terjadi kesalahpahaman kecil selalu berujung pada
tindakan-tindakan yang merusak keharmonisan antar masyarakat yang juga
berdampak pada keterlambatan pembangunan daerah.
Hal inilah yang mendorong kami untuk
mengkaji masalah tersebut yang juga banyak terjadi di daerah-daerah Indonesia lainnya
dan telah membudaya, sehingga dapat di diskusikan serta di pelajari bersama.
B. Rumusan masalah
Dari
latar belakang di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Apa sajakah penyebab disharmonisasi tersebut?
2.
Dan seberapa besar pengaruhnya terhadap pembangunan daerah itu sendiri?
BAB II
PEMBAHASAN
Kabupaten
Lampung Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kalianda.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.109,74 km² dan berpenduduk sebanyak
kurang lebih 923.002 jiwa (LSDA 2007). Wilayah Kabupaten Lampung Selatan
terletak antara 1050 sampai dengan 1050450 Bujur Timur dan 50150 sampai dengan
60 Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung
Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis.
[1]
Daerah Lampung,
khususnya Lampung Selatan merupakan gerbang untuk menuju pulau Sumatera.
Letaknya yang stategis serta miliki iklim tropis dengan hamparan tanah yang
subur dan kaya akan sumber daya alam membuat daerah ini mempunyai banyak
potensi wisata dan kekayaan alam, diantaranya adalah:
1.
Penghasil Kopi
Tak bisa
di pungkiri bila Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil kopi
yang cukup besar di Indonesia. Sebagian besar perkebunan di Lampung merupakan
area penghasil kopi, terutama di daerah Lampung Barat dan Lampung Selatan yang
menjadi contoh perkebunan terbaik di Provinsi Lampung dan Nasional. Menurut
data yang diperoleh, luas lahan tanaman kopi Kabupaten Lampung Barat mencapai
lebih dari 60,347,7 hektar, dengan hasil kopi kering kurang lebih mencapai
29.712 ton per hektar/ tahun. Tingginya permintaan pasar dan melimpahnya hasil
panen kopi di daerah Lampung, mendorong masyarakat untuk menginovasikan kopi
Lampung dengan aneka rasa, seperti kopi strowberry, dan kopi nanas yang
belakangan ini mulai menyaingi kepopuleran kopi luwak. Namun sayangnya inovasi tersebut tidak
dibarengi dengan kerjasama dan hubungan yang baik antar mayoritas warganya,
sehingga banyak sekali inovasi-inovasi yang tidak di di kenal publik karena
kurangnya relasi, promosi dan kerjasama yang disebabkan adanya disharmonisasi
antar warga yang mayoritas berbeda suku.
2. Potensi
Perikanan
Lampung memiliki potensi perikanan yang cukup besar, dimana perairan laut
Lampung dibagi menjadi tiga wilayah yaitu
Pantai Timur (Laut Jawa), Selat sunda (Teluk Lampung dan Teluk Semangka ), dan
Pantai Barat. Potensi ikan di perairan barat, sebesar 85,379 ton per tahun
untuk areal penangkapan sampai 30 mil, sedangkan sampai areal ZEE sebesar
97,845 ton per tahun, jadi potensi ikan tangkap di pantai barat sebesar 182,864
ton per tahun. Pada perairan pantai timur, potensinya sebesar 11,800 ton per
tahun dengan didominasi oleh jenis ikan demesal, sedangkan potensi ikan tangkap
di Selat Sunda sebesar 97,752 ton per tahun dengan di dominasi oleh jenis ikan
karang. Pada tahun 2010 silam, produksi perikanan tangkap laut Lampung
sebesar 164.551 ton atau naik sekitar 13,60% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi
perikanan laut itu berasal dari beberapa kabupaten/kota di Lampung seperti
Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Barat, Bandar Lampung, Tulangbawang,
Pesawaran, Lampung Selatan dan lain lain.
3. Potensi
Pariwisata
Potensi wisata Lampung yang dapat dikunjungi para turis lokal
maupun internasional adalah wisata budaya di beberapa Kampung Tua seperti Sukau,
Liwa, Kembahang, Batu Brak, dan Kenali. Selain itu, ada pula Taman Nasional Way
Kambas yang menjadi perwakilan ekosistem hutan dataran rendah, terdiri dari
hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di
Sumatera. Beberapa habitat yang hidup di Taman Nasional Way Kambas antara lain
Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Tapir, Beruang madu, Rusa,
Lutung Merah, Siamang, dan lain sebagainya. [2]
Namun
lagi-lagi yang menjadi kendala terhambatnya pembangunan daerah di Lampung
adalah masalah klasik yaitu masalah internal daerahnya sendiri. Karena adanya
disharmonisasi antar warga, kurangnya pendidikan yang mempengaruhi pola pikir,
sehingga masih menjamurnya tindakan-tindakan primitif, serta kurangnya
perhatian dari pemerintah setempat dalam pemanfaatan potensi daerah tersebut.
Meskipun demikian masih ada sedikit harapan jika saja warga dan pemerintah
setempat dapat memperbaiki masalah didaerahnya karena ada beberapa investor
asing yang sebenarnya mulai tertarik dengan banyaknya potensi wisata di
Lampung.
Kekayaan sumber daya alam yang melimpah di provinsi Lampung
tentunya menjadi sebuah potensi
tersendiri yang menjadi nilai tambah untuk memajukan daerah tersebut, jika saja di barengi dengan
perhatian pemerintah serta peran aktif warganya. Peran aktif tersebut bisa
berupa pengenalan budaya serta hasil bumi kepada publik secara aktif dan
berkesinambungan. Sehingga akan meningkatkan volume wisatawan yang datang dan
secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak positif bagi perkembangan
serta pembangunan daerah itu sendiri. Jika peran pemerintah serta ke aktifan
warga sudah berjalan dengan baik dan berkesinambungan, maka tidak menutup
kemungkinan Lampung akan sangat pesat pembangunannya mengingat letaknya yang
sangat strategis. [3]
Namun realitanya, hingga saat ini peran pemerintah Lampung sendiri
masih di pertanyakan karena kurang aktifnya mereka dalam mempromosikan, maupun
membuat kebijakan-kebijakan tertentu yang membuka peluang pembangunan daerah
serta kepasifan warganya sendiri yang di sebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
adalah faktor etnosentrisme, khususnya yang bersifat infleksibel yang
disebabkan karena kurangnya pendidikan sehingga melahirnya masalah-masalah baru
yang sangat kompleks.
I.
Etnosentrisme (Inflesksibel)
Etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif
dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang
lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah
menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah
susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat
menguntungkan bagi dirinya. Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu: 1. Etnosentris
infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang
budaya atau tingkah laku orang lain, 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap
yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut
pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. Tidak selamanya
primordial merupakan tindakan salah. Akan tetapi bisa disaja dinilai sebagai
sesuatu yang mesti dipertahankan. Dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya.
Perilaku primordialisne merupakan unsur terpenting, saat memberlakukan ajaran
intinya. [4]
Setelah adanya program tramsmigrasi baik yang terjadi pada
masa kolonial Belanda ataupun saat pemerintahan presiden Soeharto, memang
banyak sekali warga terutama dari daerah Jawa, Bali dan sekitarnya yang mengikuti
program ini. Mereka berkeluarga, serta menetap di banyak wilayah yang tersebar
di berbagai kepulauan Indonesia yang salah satunya adalah Lampung. Dari sinilah
awal mula terjadinya konflik demi konflik antara warga pendatang dengan suku
asli yang menempati daerah tersebut. Karena mayoritas penduduknya minim
pengetahuan ditambah dengan adanya provokasi dari pihak-pihak tertentu maka
disharmonisasi antar budaya lahir sebagai benih awal dari konflik antar suku di
Lampung. Konflik ini sebenarnya sudah sering terjadi sejak dahulu, misalnya perselisihan
antara suku Jawa dengan suku Lampung asli. Hanya saja kejadian tersebut tidak
selalu termuat dalam surat kabar, televisi maupun media lainnya, karena masih
terbatasnya kaum intelek dan jurnalis di daerah tersebut pada masa itu. Seperti
yang juga terjadi kembali beberapa waktu lalu yaitu konflik antara warga Bali
yang merupakan pendatang dengan warga Lampung yang merupakan penduduk asli
wilayah tersebut. Meskipun awalnya konflik ini di latarbelakangi oleh masalah
kesalahpahaman kecil antar warga yang berbeda wilayah, namun karena adanya pola
pikir yang terlalu keras dan sangat acuh terhadap hukum karena minim
pengetahuan/pendidikan, serta adanya pihak – pihak provokator yang memperkeruh
suasana, menjadikan paham – paham seperti etnosentris dan rasisme menjadi
dalang di balik peristiwa berdarah antar suku di wilayah ini. [5]
Peran pendidikan memang sangat penting
dalam menentukan sumber daya manusia yang baik, hal ini berdasarkan satu asumsi
bahwa proses pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja
dilaksanakan semata–semata bertujuan untuk mencerdaskan seseorang dan bangsanya.
Hubungan antar proses pendidikan dengan terciptanya sumber daya manusia
merupakan suatu hubungan logis yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini sesuai
dengan pengertian pendidikan itu sendiri. [6] Ketertinggalan
pendidikan inilah yang menjadi salah satu sebab dari pola pikir masyarakat
Lampung Selatan pada umumnya menjadi sangat sederhana, juga sangat erat
kaitannya dengan gaya hidup dan pekerjaan mereka. Sehingga mereka lebih banyak
memikirkan cara untuk bertahan hidup dan menjaga nama baik saja, di bandingkan dengan
memikirkan cara untuk memajukan daerahnya serta meningkatkan pengetahuan melalui
peningkatan mutu pendidikan.
Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan masyarakatnya seperti kebiasaan
membawa senajata tajam berupa badik maupun pisau saat bepergian ke pasar, desa
tetangga, tempat hiburan bahkan di dalam kendaraan angkutan umum / bus. Sehingga
tak heran jika kasus yang paling marak terjadi di Lampung selain perampokan
adalah kasus-kasus kriminalisme seperti penganiaayaan dalam bentuk penusukan
senjata tajam .[7]
kebiasaaan ini rupanya juga mempengaruhi timbulnya sifat sifat lain seperti
sifat primitif.
Primitif
adalah suatu kebudayaan masyarakat atau individu tertentu yang belum mengenal dunia luar atau jauh dari peradaban. Primitif mempunyai arti tidak mengenal peradaban dan tidak mengenal kesopanan atau tatakrama. Dalam hal ini
sikap dan sifat primitif telah menunjukan definisinya sendiri melalui aksi –
aksi atau perbuatan tertentu yang berkaitan dengan premanisme. [8]
Tak hanya berpotensi terhadap
disharmonisasi budaya antar warga, sifat primitif juga menyebabkan yang juga
berdampak pada banyak aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan dalam
ruang lingkup kecil, perbuatan primitif seringkali
muncul dengan di tandai oleh maraknya aksi premanisme di sejumlah tempat –
tempat berjalannya pembangunan ekonomi daerah seperti di tempat sarana dan
prasarana umum misalnya saja terminal, pelabuhan, tempat - tempat rekreasi
seperti objek wisata alam dan lainnya yang di kuasai oleh kelompok tertentu
yang didominasi oleh penduduk asli.
Jika di bandingkan dengan negara lain
yang mempunyai banyak suku / etnis seperti Singapura, maka Indonesia sangat
jauh tertinggal karena mental pemerintahannya yang sangat berani dalam
mengacuhkan tanggung jawab, berani membuudayakan parade korupsi masal serta masyarakatnya
yang sangat berani dalam persatuan pelestarian budaya baru yang dibuatnya
sendiri yaitu budaya primitif seperti premanisme dan tawuran / perang antar
suku, namun sangatlah penakut jika dibandingkan dengan semangat dalam menjaga
warisan budaya yang sesungguhnya dalam konteks bhineka tunggal ika.
BAB III
PENUTUP
C. Kesimpulan dan Saran
Antara
budaya dan pembangunan sebenarnya ada keterkaitan, baik itu pembangunan dengan
skala kecil seperti daerah hingga pembangunan yang merata atau tingkat
nasional. Karena memang banyak sekali budaya yang telah menunjukan pengaruhnya
dalam peran membangun daerah maupun negara. Misalnya saja budaya budaya suatu
daerah / negara yang kemudian banyak di adopsi atau di gemari oleh banyak warga
negara lainnya, sehingga meningkatkan pendapatan negara itu sendiri melalui
banyak faktor, seperti pariwisata, kuliner dan lain lain. Jika di ambil contoh
yang paling mudah adalah budaya di Bali, atau di Korea Selatan yang akhir-akhir
ini marak di perbincangkan di berbagai media massa termasuk di Indonesia
sendiri. mulai dari film korea, masakan korea, gaya hidup dan yang lainnya.
Tentunya hal itu sangat mempengaruhi kenaikan volume wisatawan yang datang ke
Korea dengan sangat drastis, selain itu juga meingkatkan daya beli bagi
produk-produk keluaran Korea. Sedangkan di Indonesia sendiri khususnya di
daerah-daerah seperti Lampung sebenarnya sangat memerlukan perhatian khusus
dari pemerintah, juga kesadaran masyarakatnya sendiri akan makna menghargai dan
toleransi dengan para pendatang, begitupun dengan masyarakat pendatang
hendaknya lebih bisa beradaptasi, mengingat daerah Lampung terdiri dari banyak
suku.
Selain budaya diperlukan juga sebuah
moral yang baik, yang mampu menjaga kerukunan antar masyarakat sehingga
terbentuklah kerjasama dan kolaborasi yang luar biasa. Tanpa di dukung
moralitas yang baik maka keragaman budaya dan potensi daerah hanya akan menjadi
sebuah nilai rupiah bagi golongan tertentu yang memanfaatkannya, baik dari
golongan pengusaha maupun pemerintahannya sendiri yang mengeksploitasi kekayaan
di daerah tersebut. Sementara masyarakatnya sendiri terlalu sibuk dengan penyakit
moralitas yaitu gejala etnosentrisme khususnya yang bersifat infleksibel yang
di tandai dengan tindakan-tindakan yang primitif. Dampak etnosentrisme jelas
menghambat laju pembagunan daerah karena kutangnya relasi, kurangnya kerjasama
yang baik antara pemerintah dan masyarakat juga antara masyarakatnya sendiri
yang saling bertentangan karena faham tersebut.
D.
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lampung_Selatan
http://bisnisukm.com/provinsi-lampung-potensinya-mulai-dilirik-mancanegara.html
http://www.antaralampung.com/berita/259240/obyek-wisata-lampung-selatan-butuh-investor
http://id.wikipedia.org/wiki/Primordialisme
http://id.wikipedia.org/wiki/Transmigrasi
http://subagio-subagio.blogspot.com/2011/06/peran-pendidikan-dalam-menciptakan_02.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Sidomulyo,_Lampung_Selatan
http://id.wikipedia.org/wiki/Primitif
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lampung_Selatan
[2] http://bisnisukm.com/provinsi-lampung-potensinya-mulai-dilirik-mancanegara.html
[3]
http://www.antaralampung.com/berita/259240/obyek-wisata-lampung-selatan-butuh-investor
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Primordialisme
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Transmigrasi
[6]
http://subagio-subagio.blogspot.com/2011/06/peran-pendidikan-dalam-menciptakan_02.html
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Sidomulyo,_Lampung_Selatan
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Primitif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar