Jumat, 07 Juni 2013

Pengaruh Etnosentrisme Terhadap Pembangunan Daerah



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

          Dinamika masyarakat tidak terlepas dari peran pembangunan daerah. Diantara sekian banyak wilayah yang tersebar di Indonesia, masih terdapat sebagian daerah yang terhambat pembangunannya. Umumnya hambatan tersebut bersifat vertikal dan horizontal. Hambatan yang bersifat vertikal dapat terjadi karena kurangnya perhatian dari pemimpin terhadap warganya, sedangkan yang bersifat horizontal yaitu adanya miskomunikasi antar warga sendiri.

            Seperti yang belakangan ini terjadi provinsi Lampung. Sebenarnya daerah ini memiliki banyak potensi yang bisa membangun laju pertumbuhan ekonominya, diantaranya seperti wisata alam yang meliputi keindahan pantai, laut, hutan, hasil bumi maupun flora dan faunanya. namun hal ini masih terhambat  karena kurangnya perhatian pemerintah akan pemanfaatan ataupun pengelolaan potensi-potensi tersebut menjadi objek wisata yang dapat meningkatan sumber pendapatan daerah yang nantinya akan sangat berpengaruh terhadap pembangunan dan kesejahteraan warganya sendiri. Ditambah lagi munculnya permasalahan-permasalahan yang timbul diantara masyarakat seperti isu-isu etnosentrisme, dimana mayoritas masyarakat Lampung masih berpandangan bahwa suku merekalah yang lebih unggul dibandingkan dengan suku pendatang lainnya. Sehingga saat terjadi kesalahpahaman kecil selalu berujung pada tindakan-tindakan yang merusak keharmonisan antar masyarakat yang juga berdampak pada keterlambatan pembangunan daerah.

            Hal inilah yang mendorong kami untuk mengkaji masalah tersebut yang juga banyak terjadi di daerah-daerah Indonesia lainnya dan telah membudaya, sehingga dapat di diskusikan serta di pelajari bersama.

B.  Rumusan masalah

            Dari latar belakang di atas dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Apa sajakah penyebab disharmonisasi tersebut?
2. Dan seberapa besar pengaruhnya terhadap pembangunan daerah itu sendiri?



BAB II
PEMBAHASAN

Kabupaten Lampung Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi  Lampung. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kalianda. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.109,74 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 923.002 jiwa (LSDA 2007). Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 1050 sampai dengan 1050450 Bujur Timur dan 50150 sampai dengan 60 Lintang Selatan. Mengingat letak yang demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah lain di Indonesia merupakan daerah tropis. [1]
Daerah Lampung, khususnya Lampung Selatan merupakan gerbang untuk menuju pulau Sumatera. Letaknya yang stategis serta miliki iklim tropis dengan hamparan tanah yang subur dan kaya akan sumber daya alam membuat daerah ini mempunyai banyak potensi wisata dan kekayaan alam, diantaranya adalah:
1. Penghasil Kopi
Tak bisa di pungkiri bila Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil kopi yang cukup besar di Indonesia. Sebagian besar perkebunan di Lampung merupakan area penghasil kopi, terutama di daerah Lampung Barat dan Lampung Selatan yang menjadi contoh perkebunan terbaik di Provinsi Lampung dan Nasional. Menurut data yang diperoleh, luas lahan tanaman kopi Kabupaten Lampung Barat mencapai lebih dari 60,347,7 hektar, dengan hasil kopi kering kurang lebih mencapai 29.712 ton per hektar/ tahun. Tingginya permintaan pasar dan melimpahnya hasil panen kopi di daerah Lampung, mendorong masyarakat untuk menginovasikan kopi Lampung dengan aneka rasa, seperti kopi strowberry, dan kopi nanas yang belakangan ini mulai menyaingi kepopuleran kopi luwak. Namun sayangnya inovasi tersebut tidak dibarengi dengan kerjasama dan hubungan yang baik antar mayoritas warganya, sehingga banyak sekali inovasi-inovasi yang tidak di di kenal publik karena kurangnya relasi, promosi dan kerjasama yang disebabkan adanya disharmonisasi antar warga yang mayoritas berbeda suku.
2. Potensi Perikanan

Lampung memiliki potensi perikanan yang cukup besar, dimana perairan laut
Lampung dibagi menjadi tiga wilayah yaitu Pantai Timur (Laut Jawa), Selat sunda (Teluk Lampung dan Teluk Semangka ), dan Pantai Barat. Potensi ikan di perairan barat, sebesar 85,379 ton per tahun untuk areal penangkapan sampai 30 mil, sedangkan sampai areal ZEE sebesar 97,845 ton per tahun, jadi potensi ikan tangkap di pantai barat sebesar 182,864 ton per tahun. Pada perairan pantai timur, potensinya sebesar 11,800 ton per tahun dengan didominasi oleh jenis ikan demesal, sedangkan potensi ikan tangkap di Selat Sunda sebesar 97,752 ton per tahun dengan di dominasi oleh jenis ikan karang. Pada tahun 2010 silam, produksi perikanan tangkap laut Lampung  sebesar 164.551 ton atau naik sekitar 13,60% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi perikanan laut itu berasal dari beberapa kabupaten/kota di Lampung seperti Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Barat, Bandar Lampung, Tulangbawang, Pesawaran, Lampung Selatan dan lain lain.

3. Potensi Pariwisata
Potensi wisata Lampung yang dapat dikunjungi para turis lokal maupun internasional adalah wisata budaya di beberapa Kampung Tua seperti Sukau, Liwa, Kembahang, Batu Brak, dan Kenali. Selain itu, ada pula Taman Nasional Way Kambas yang menjadi perwakilan ekosistem hutan dataran rendah, terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Beberapa habitat yang hidup di Taman Nasional Way Kambas antara lain Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau SumateraTapir, Beruang madu, Rusa, Lutung Merah, Siamang, dan lain sebagainya. [2]
Namun lagi-lagi yang menjadi kendala terhambatnya pembangunan daerah di Lampung adalah masalah klasik yaitu masalah internal daerahnya sendiri. Karena adanya disharmonisasi antar warga, kurangnya pendidikan yang mempengaruhi pola pikir, sehingga masih menjamurnya tindakan-tindakan primitif, serta kurangnya perhatian dari pemerintah setempat dalam pemanfaatan potensi daerah tersebut. Meskipun demikian masih ada sedikit harapan jika saja warga dan pemerintah setempat dapat memperbaiki masalah didaerahnya karena ada beberapa investor asing yang sebenarnya mulai tertarik dengan banyaknya potensi wisata di Lampung.
Kekayaan sumber daya alam yang melimpah di provinsi Lampung tentunya menjadi sebuah potensi  tersendiri yang menjadi nilai tambah untuk memajukan daerah  tersebut, jika saja di barengi dengan perhatian pemerintah serta peran aktif warganya. Peran aktif tersebut bisa berupa pengenalan budaya serta hasil bumi kepada publik secara aktif dan berkesinambungan. Sehingga akan meningkatkan volume wisatawan yang datang dan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak positif bagi perkembangan serta pembangunan daerah itu sendiri. Jika peran pemerintah serta ke aktifan warga sudah berjalan dengan baik dan berkesinambungan, maka tidak menutup kemungkinan Lampung akan sangat pesat pembangunannya mengingat letaknya yang sangat strategis. [3]

Namun realitanya, hingga saat ini peran pemerintah Lampung sendiri masih di pertanyakan karena kurang aktifnya mereka dalam mempromosikan, maupun membuat kebijakan-kebijakan tertentu yang membuka peluang pembangunan daerah serta kepasifan warganya sendiri yang di sebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor etnosentrisme, khususnya yang bersifat infleksibel yang disebabkan karena kurangnya pendidikan sehingga melahirnya masalah-masalah baru yang sangat kompleks.

I. Etnosentrisme (Inflesksibel)

            Etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya. Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu: 1. Etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain, 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. Tidak selamanya primordial merupakan tindakan salah. Akan tetapi bisa disaja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan. Dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya. Perilaku primordialisne merupakan unsur terpenting, saat memberlakukan ajaran intinya. [4]

            Setelah adanya program tramsmigrasi baik yang terjadi pada masa kolonial Belanda ataupun saat pemerintahan presiden Soeharto, memang banyak sekali warga terutama dari daerah Jawa, Bali dan sekitarnya yang mengikuti program ini. Mereka berkeluarga, serta menetap di banyak wilayah yang tersebar di berbagai kepulauan Indonesia yang salah satunya adalah Lampung. Dari sinilah awal mula terjadinya konflik demi konflik antara warga pendatang dengan suku asli yang menempati daerah tersebut. Karena mayoritas penduduknya minim pengetahuan ditambah dengan adanya provokasi dari pihak-pihak tertentu maka disharmonisasi antar budaya lahir sebagai benih awal dari konflik antar suku di Lampung. Konflik ini sebenarnya sudah sering terjadi sejak dahulu, misalnya perselisihan antara suku Jawa dengan suku Lampung asli. Hanya saja kejadian tersebut tidak selalu termuat dalam surat kabar, televisi maupun media lainnya, karena masih terbatasnya kaum intelek dan jurnalis di daerah tersebut pada masa itu. Seperti yang juga terjadi kembali beberapa waktu lalu yaitu konflik antara warga Bali yang merupakan pendatang dengan warga Lampung yang merupakan penduduk asli wilayah tersebut. Meskipun awalnya konflik ini di latarbelakangi oleh masalah kesalahpahaman kecil antar warga yang berbeda wilayah, namun karena adanya pola pikir yang terlalu keras dan sangat acuh terhadap hukum karena minim pengetahuan/pendidikan, serta adanya pihak – pihak provokator yang memperkeruh suasana, menjadikan paham – paham seperti etnosentris dan rasisme menjadi dalang di balik peristiwa berdarah antar suku di wilayah ini. [5]

            Peran pendidikan memang sangat penting dalam menentukan sumber daya manusia yang baik, hal ini berdasarkan satu asumsi bahwa proses pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan semata–semata bertujuan untuk mencerdaskan seseorang dan bangsanya. Hubungan antar proses pendidikan dengan terciptanya sumber daya manusia merupakan suatu hubungan logis yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan itu sendiri. [6] Ketertinggalan pendidikan inilah yang menjadi salah satu sebab dari pola pikir masyarakat Lampung Selatan pada umumnya menjadi sangat sederhana, juga sangat erat kaitannya dengan gaya hidup dan pekerjaan mereka. Sehingga mereka lebih banyak memikirkan cara untuk bertahan hidup dan menjaga nama baik saja, di bandingkan dengan memikirkan cara untuk memajukan daerahnya serta meningkatkan pengetahuan melalui peningkatan mutu pendidikan.

Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan masyarakatnya seperti kebiasaan membawa senajata tajam berupa badik maupun pisau saat bepergian ke pasar, desa tetangga, tempat hiburan bahkan di dalam kendaraan angkutan umum / bus. Sehingga tak heran jika kasus yang paling marak terjadi di Lampung selain perampokan adalah kasus-kasus kriminalisme seperti penganiaayaan dalam bentuk penusukan senjata tajam .[7] kebiasaaan ini rupanya juga mempengaruhi timbulnya sifat sifat lain seperti sifat primitif.

Primitif  adalah suatu kebudayaan masyarakat atau individu tertentu yang belum mengenal dunia luar atau jauh dari peradaban. Primitif mempunyai arti tidak mengenal peradaban dan tidak mengenal kesopanan atau tatakrama. Dalam hal ini sikap dan sifat primitif telah menunjukan definisinya sendiri melalui aksi – aksi atau perbuatan tertentu yang berkaitan dengan premanisme. [8]

            Tak hanya berpotensi terhadap disharmonisasi budaya antar warga, sifat primitif juga menyebabkan yang juga berdampak pada banyak aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan dalam ruang lingkup kecil,  perbuatan primitif seringkali muncul dengan di tandai oleh maraknya aksi premanisme di sejumlah tempat – tempat berjalannya pembangunan ekonomi daerah seperti di tempat sarana dan prasarana umum misalnya saja terminal, pelabuhan, tempat - tempat rekreasi seperti objek wisata alam dan lainnya yang di kuasai oleh kelompok tertentu yang didominasi oleh penduduk asli.

            Jika di bandingkan dengan negara lain yang mempunyai banyak suku / etnis seperti Singapura, maka Indonesia sangat jauh tertinggal karena mental  pemerintahannya yang sangat berani dalam mengacuhkan tanggung jawab, berani membuudayakan parade korupsi masal serta masyarakatnya yang sangat berani dalam persatuan pelestarian budaya baru yang dibuatnya sendiri yaitu budaya primitif seperti premanisme dan tawuran / perang antar suku, namun sangatlah penakut jika dibandingkan dengan semangat dalam menjaga warisan budaya yang sesungguhnya dalam konteks bhineka tunggal ika.



BAB III
PENUTUP

C.  Kesimpulan dan Saran

            Antara budaya dan pembangunan sebenarnya ada keterkaitan, baik itu pembangunan dengan skala kecil seperti daerah hingga pembangunan yang merata atau tingkat nasional. Karena memang banyak sekali budaya yang telah menunjukan pengaruhnya dalam peran membangun daerah maupun negara. Misalnya saja budaya budaya suatu daerah / negara yang kemudian banyak di adopsi atau di gemari oleh banyak warga negara lainnya, sehingga meningkatkan pendapatan negara itu sendiri melalui banyak faktor, seperti pariwisata, kuliner dan lain lain. Jika di ambil contoh yang paling mudah adalah budaya di Bali, atau di Korea Selatan yang akhir-akhir ini marak di perbincangkan di berbagai media massa termasuk di Indonesia sendiri. mulai dari film korea, masakan korea, gaya hidup dan yang lainnya. Tentunya hal itu sangat mempengaruhi kenaikan volume wisatawan yang datang ke Korea dengan sangat drastis, selain itu juga meingkatkan daya beli bagi produk-produk keluaran Korea. Sedangkan di Indonesia sendiri khususnya di daerah-daerah seperti Lampung sebenarnya sangat memerlukan perhatian khusus dari pemerintah, juga kesadaran masyarakatnya sendiri akan makna menghargai dan toleransi dengan para pendatang, begitupun dengan masyarakat pendatang hendaknya lebih bisa beradaptasi, mengingat daerah Lampung terdiri dari banyak suku.

            Selain budaya diperlukan juga sebuah moral yang baik, yang mampu menjaga kerukunan antar masyarakat sehingga terbentuklah kerjasama dan kolaborasi yang luar biasa. Tanpa di dukung moralitas yang baik maka keragaman budaya dan potensi daerah hanya akan menjadi sebuah nilai rupiah bagi golongan tertentu yang memanfaatkannya, baik dari golongan pengusaha maupun pemerintahannya sendiri yang mengeksploitasi kekayaan di daerah tersebut. Sementara masyarakatnya sendiri terlalu sibuk dengan penyakit moralitas yaitu gejala etnosentrisme khususnya yang bersifat infleksibel yang di tandai dengan tindakan-tindakan yang primitif. Dampak etnosentrisme jelas menghambat laju pembagunan daerah karena kutangnya relasi, kurangnya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat juga antara masyarakatnya sendiri yang saling bertentangan karena faham tersebut.



D. Daftar Pustaka


http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lampung_Selatan

http://bisnisukm.com/provinsi-lampung-potensinya-mulai-dilirik-mancanegara.html

http://www.antaralampung.com/berita/259240/obyek-wisata-lampung-selatan-butuh-investor

http://id.wikipedia.org/wiki/Primordialisme

http://id.wikipedia.org/wiki/Transmigrasi

http://subagio-subagio.blogspot.com/2011/06/peran-pendidikan-dalam-menciptakan_02.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Sidomulyo,_Lampung_Selatan

http://id.wikipedia.org/wiki/Primitif



[1]  http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lampung_Selatan
[2]  http://bisnisukm.com/provinsi-lampung-potensinya-mulai-dilirik-mancanegara.html
[3]  http://www.antaralampung.com/berita/259240/obyek-wisata-lampung-selatan-butuh-investor
[4]  http://id.wikipedia.org/wiki/Primordialisme
[5]  http://id.wikipedia.org/wiki/Transmigrasi
[6]  http://subagio-subagio.blogspot.com/2011/06/peran-pendidikan-dalam-menciptakan_02.html
[7]  http://id.wikipedia.org/wiki/Sidomulyo,_Lampung_Selatan
[8]  http://id.wikipedia.org/wiki/Primitif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar